Ditemukan dan dikembangkan pada tahun 1893 oleh Dr. Rudolph Diesel, mesin diesel telah menjadi mesin pilihan untuk tenaga, keandalan, dan penghematan bahan bakar yang tinggi, di seluruh dunia. Para peneliti awal bahan bakar minyak nabati termasuk pemerintah Prancis dan Dr. Diesel sendiri, yang membayangkan bahwa minyak nabati murni dapat menggerakkan mesin diesel awal untuk pertanian di daerah terpencil di dunia, di mana minyak bumi tidak tersedia pada saat itu.
Ide ini pun mulai dipamerkan pertama kali di World’s Fair 1900 di Paris, Perancis. Waktu itu sebuah mesin diesel dengan bahan bakar dari minyak kacang tanah memukau pengunjung gelaran yang menampilkan pencapaian negara-negara di dunia. Mesin yang dibangun oleh perusahaan Otto atas sponsor pemerintah Perancis ini rencananya akan dipakai sebagai bahan bakar domestik untuk koloni mereka di Afrika. Rudolf Diesel pun percaya minyak nabati akan jadi pendukung utama konsep tersebut. Ia mulai melakukan riset mendalam mengenai bahan bakar nabati.
Tapi ketika Rudolf Diesel wafat pada 1913, ide ini terbengkalai. Sumber tenaga mesin diesel secara bertahap mulai menggunakan proses destilasi minyak bumi (petroleum diesel). Bahan bakar jenis inilah yang kemudian banyak dipakai dalam pengembangan mesin diesel modern. Kondisi ini membuat minyak nabati tidak bisa langsung dipakai sebagai bahan bakar mesin diesel. Sebab viskositas minyak nabati terbilang lebih tinggi dibandingkan petroleum diesel, sehingga menyulitkan proses pembakaran.
Namun ide ini kembali mendapat titik terang saat ilmuwan Belgia, G. Chavanne yang menemukan teknik transesterifikasi untuk mengubah minyak nabati menjadi FAME (Fatty Acid Methyl Ester) pada tahun 1937. FAME inilah yang saat ini dipakai menjadi bahan baku pembuatan biodiesel sampai sekarang. Salah satu alasannya karena sifat fisik atau molekulnya yang mirip dengan petroleum diesel. Meski begitu, pengembangan biodiesel mulai dikembangkan serius pada tahun 1970-an, saat isu krisis minyak dunia muncul.
Mesin diesel dikembangkan atas keinginan untuk memperbaiki mesin uap yang tidak efisien, tidak praktis, dan terkadang berbahaya. Mesin diesel bekerja berdasarkan prinsip kompresi pengapian, dimana bahan bakar diinjeksikan ke dalam silinder mesin setelah udara dikompresi ke tekanan dan suhu tinggi. Saat bahan bakar memasuki silinder, ia akan menyala sendiri dan terbakar dengan cepat, memaksa piston kembali ke bawah dan mengubah energi kimia dalam bahan bakar menjadi energi mekanik. Rudolph Diesel, yang dinamai mesin tersebut, memegang paten pertama untuk mesin kompresi pengapian, yang dikeluarkan pada tahun 1893. Diesel dikenal di seluruh dunia karena mesin inovatifnya yang dapat menggunakan berbagai bahan bakar.
Pekerjaan Awal
Mesin diesel awal memiliki sistem injeksi yang kompleks dan dirancang untuk bekerja dengan berbagai bahan bakar, dari minyak tanah hingga debu batu bara. Hanya masalah waktu sebelum seseorang menyadari bahwa, karena kandungan energinya yang tinggi, minyak nabati akan menjadi bahan bakar yang sangat baik. Demonstrasi publik pertama dari bahan bakar diesel berbasis minyak nabati terjadi di Pameran Dunia 1900, ketika pemerintah Prancis menugaskan perusahaan Otto untuk membuat mesin diesel yang dijalankan dengan minyak kacang. Pemerintah Prancis tertarik pada minyak nabati sebagai bahan bakar domestik untuk koloni Afrika mereka. Rudolph Diesel kemudian melakukan pekerjaan ekstensif pada bahan bakar minyak nabati dan menjadi pendukung utama konsep tersebut, percaya bahwa para petani dapat memperoleh keuntungan dari menyediakan bahan bakar mereka sendiri. Namun, dibutuhkan waktu hampir satu abad sebelum gagasan seperti itu menjadi kenyataan yang tersebar luas. Tidak lama setelah kematian Dr. Diesel pada tahun 1913, minyak bumi tersedia secara luas dalam berbagai bentuk, termasuk kelas bahan bakar yang kita kenal sekarang sebagai “bahan bakar diesel”. Dengan tersedianya bahan bakar minyak dan murah, desain mesin diesel diubah agar sesuai dengan sifat bahan bakar solar. Hasilnya adalah mesin yang hemat bahan bakar dan sangat bertenaga. Selama 80 tahun ke depan, mesin diesel akan menjadi standar industri yang membutuhkan tenaga, ekonomi dan keandalan.
Mesin Modern, Bahan Bakar Modern
Karena ketersediaan yang luas dan biaya produksi yang tinggi, bahan bakar berbasis minyak nabati hanya mendapat sedikit perhatian, kecuali pada saat harga minyak tinggi dan kekurangan. Perang Dunia II dan krisis minyak pada tahun 1970-an memperlihatkan minat sementara untuk menggunakan minyak nabati sebagai bahan bakar mesin diesel. Sayangnya, desain mesin diesel yang lebih baru tidak dapat dijalankan dengan minyak nabati tradisional, karena viskositas minyak nabati yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan bahan bakar solar. Diperlukan cara untuk menurunkan viskositas minyak nabati hingga dapat dibakar dengan baik di mesin diesel. Banyak metode telah diusulkan untuk melakukan tugas ini, termasuk pirolisis, pencampuran dengan pelarut, dan bahkan pengemulsi bahan bakar dengan air atau alkohol, tidak ada satupun yang memberikan solusi yang sesuai. Seorang penemu Belgia pada tahun 1937 pertama kali mengusulkan penggunaan transesterifikasi untuk mengubah minyak nabati menjadi alkil ester asam lemak dan menggunakannya sebagai pengganti bahan bakar diesel. Proses transesterifikasi mengubah minyak nabati menjadi tiga molekul yang lebih kecil yang tidak terlalu kental dan mudah terbakar di mesin diesel. Reaksi transesterifikasi adalah dasar produksi biodiesel modern, yang merupakan nama dagang untuk metil ester asam lemak. Pada awal 1980-an, perhatian terhadap lingkungan, ketahanan energi, dan produksi pertanian yang berlebihan sekali lagi membawa penggunaan minyak nabati ke permukaan.
Biodiesel Mendunia
Penelitian di Eropa dan Afrika Selatan seperti yang dilakukan oleh Martin Mittelbach memajukan pengembangan industri bahan bakar biodiesel di awal 1990-an, meskipun di industri AS mulai lebih lambat, karena harga solar minyak bumi yang lebih rendah. Pacific Biodiesel menjadi salah satu pabrik biodiesel pertama di Amerika Serikat pada tahun 1996 yang mendirikan operasi produksi biodiesel untuk mendaur ulang minyak goreng bekas menjadi biodiesel di pulau Maui di Hawaii. Industri biodiesel menjadi nama rumah tangga di A.S. setelah serangan teroris 9/11/2001 mengakibatkan harga minyak tinggi. Pada 2005, produksi biodiesel di seluruh dunia telah mencapai 1,1 miliar galon, dengan sebagian besar bahan bakar diproduksi di Uni Eropa, meskipun proyek biodiesel di seluruh dunia terus meningkat karena kenaikan harga minyak mentah dan kekhawatiran akan pemanasan global.
Masa Depan Bahan Bakar Biodiesel
Karena emisinya yang bersih, kemudahan penggunaan, dan banyak manfaat lainnya, biodiesel dengan cepat menjadi salah satu bahan bakar alternatif yang tumbuh paling cepat di dunia. Dengan subsidi minimal, biodiesel bersaing dengan biaya solar minyak bumi, dan jutaan pengguna telah menemukan dan menikmati manfaat dari bahan bakar tersebut. Masa depan biodiesel terletak pada kemampuan dunia untuk menghasilkan bahan baku yang dapat diperbarui seperti minyak nabati dan lemak untuk menjaga harga biodiesel agar tetap kompetitif dengan minyak bumi, tanpa mengganti lahan yang diperlukan untuk produksi pangan, atau menghancurkan ekosistem alami dalam prosesnya. Menciptakan biodiesel secara berkelanjutan, akan memungkinkan bahan bakar yang bersih, terbarukan, dan hemat biaya ini untuk membantu meringankan dunia melalui meningkatnya kekurangan minyak bumi, sambil memberikan manfaat ekonomi dan lingkungan.
Sumber : www.biodiesel.com